Selasa, 02 Desember 2014

Ejaan Yang Di Sempurnakan

SEJARAH

Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September 1967.

Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.

Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".

REVISI TAHUN 1987

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.

REVISI TAHUN 2009

Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

PERBEDAAN DENGAN EJAAN SEBELUMNYA

Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:
  • "tj" menjadi "c" : tjutji → cuci
  • "dj" menjadi "j": djarak → jarak
  • "j" menjadi "y" : sajang → sayang
  • "nj" menjadi "ny" : njamuk → nyamuk
  • "sj" menjadi "sy" : sjarat → syarat
  • "ch" menjadi "kh": achir → akhir
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
  • Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
  • Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
  • Awalan "di-" dan kata depan "di" dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-" pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
  • Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
  1. Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
  2. Penulisan kata.
  3. Penulisan tanda baca.
  4. Penulisan singkatan dan akronim.
  5. Penulisan angka dan lambang bilangan.
  6. Penulisan unsur serapan.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
Untuk penjelasan lanjutan tentang penulisan tanda baca, dapat dilihat pada Penulisan tanda baca sesuai EYD.

PENULISAN TANDA BACA

 1. Tanda Titik

  • Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
  • Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar ( tidak dipakai jika merupakan yang terakhir dalam suatu deretan).
  • Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu.
  • Dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
  • Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya (tidak dipakai jika tidak menunjukkan jumlah).
  • Tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
  • Tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.

 2. Tanda Koma

  • Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
  • Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
  • Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya (tidak dipakai jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya).
  • Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
  • Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
  • Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat (tidak dipakai jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru).
  • Dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
  • Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka
  • Dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
  • Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
  • Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka
  • Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
  • Dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk menghindari salah baca.

 3. Tanda Titik Koma

  • Dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara
  • Dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk

 4. Tanda Titik Dua

  • Dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian (tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan)
  • Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian
  • Dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan
  • Dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan

 5. Tanda Hubung

  • Dipakai untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris (Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris)
  • Dipakai untuk menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris (Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris)
  • Dipakai untuk menyambung unsur-unsur kata ulang
  • Dipakai untuk menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal
  • Dapat dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata
  • Dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap
  • Dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing

 6. Tanda Pisah

  • Dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat
  • Dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas
  • Dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau 'sampai dengan'
  • Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya

 7. Tanda Elipsis

  • Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus
  • Dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan
  • Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat

  8. Tanda Tanya

  • Dipakai pada akhir kalimat tanya
  • Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya

  9. Tanda Seru

  • Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat

  9. Tanda Kurung

  • mengapit keterangan atau penjelasan
  • mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan
  • mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan
  • mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan

 10. Tanda Kurung Siku

  • mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli
  • mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung

 11. Tanda Petik

  • mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain
  • mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat
  • mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus
  • Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
  • Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat
  • Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris

  11. Tanda Petik Tunggal

  • mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain
  • mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing

  12. Tanda Garis Miring

  • dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim
  • dipakai sebagai pengganti kata atau tiap

  13. Tanda Penyingkat

  • menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun